Alkisah. Suatu ketika, Di sebuah sekolah menengah putri di kota Shan’a’ ibukota Yaman mendadak dilakukan pemeriksaan tas bagi seluruh siswi di dalam kelas
Menurut keterangan salah seorang staf, razia ini bertujuan untuk memastikan para siswanya tidak membawa barang terlarang dan yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan belajar-mengajar.
Para guru pun mulai memasuki kelas untuk melakukan pemeriksaan, dan menyuruh masing masing siswa duduk ditempatnya memastikan semua tas berada diatas meja dan sudah dalam keadaan terbuka.
Hingga sebuah kejadian mengharukan terjadi dari seorang siswa di kelas itu. Di salah satu sudut kelas, duduk seorang siswa yang selama ini dikenal pendiam juga pemalu namun berakhlak sopan dan santun. Ia tidak suka berbaur dengan siswi-siswi lainnya, ia suka menyendiri, padahal ia terkenal cukup pintar dan menonjol dalam hal akademis.
Setelah menyisir bagian depan, tim guru yang merazia akhirnya sampai di bangku siswi pemalu ini. Raut muka penuh kecemasan mulai nampak dari wajah siswi tersebut. Tim guru pun semakin mendekat dan ingin segera memastikan isi tas siswi yang sopan ini tidak ada barang yang melanggar,
Namun mereka cukup kaget lantaran siswi tersebut terus memegang erat tas yang ada di depannya. Hal itu tentu membuat tim pemeriksa semakin penasaran apa ada yang ia sembunyikan di dalam tas miliknya.
“Buka tasmu wahai putriku.” ujar salah seorang guru kepada siswi tersebut dengan lembut.
Siswi tersebut memandangi pemeriksa dengan pandangan sedih, dan perlahan meletakkan tasnya di atas meja.
“Berikan tasmu.” pinta tim pemeriksa.
Siswi itu lalu menoleh dan menjerit, “Tidak…tidak…tidak..”
Perdebatan pun terjadi.
“Berikan tasmu.”
“Tidak..”
“Berikan.
“Tidak Ibu Guru, aku mohon.” ucap siswa itu.
Tarik menarik pun terjadi dan tangan mereka saling berebut tas. Para guru belum berhasil merampas tas dari tangan siswi tersebut karena ia memeluknya dengan erat.
Spontan saja siswi itu menangis sejadi-jadinya. Siswi-siswi lain terkejut. Mereka memandangi ada apakah di dalam tas tersebut.
Para guru yang mengenalnya sebagai seorang siswi yang pintar dan penurut terkejut melihat kejadian tersebut. Kelas pun kemudian hening tanpa suara.
Setelah berdiskusi ringan, tim pemeriksa sepakat untuk membawa siswi tersebut ke ruang guru agar tidak menggangu aktifitas belajar di ruang kelas. Dengan penjagaan yang ketat dari tim dan para guru, siswi itu pun dibawa ke ruang guru.
Sementara air mata sang siswi pendiam mengucur deras, masih menjadi misteri apakah yang sebenarnya ia tangisi hanya karena pemeriksaan tas. Tidak sedikit siswi lain yang ikut mengawal perjalanan tim pemeriksa dan siswi menuju ruang kepala sekolah, mereka memandangi dengan penuh keheranan karena selama ini siswi tersebut terkenal sangat penurut dan sopan.
Kepala sekolah kemudian berusaha menenangkan siswi yang masih menggenggam erat tasnya tersebut lalu bertanya padanya, “Apa yang engkau sembunyikan wahai putriku?”
Dengan tetap menggenggam erat tasnya, siswi itu berkata, "Di dalam tas saya tidak ada benda-benda terlarang atau haram, atau telepon genggam atau foto-foto. Demi Allah, itu semua tidak ada!"
Dengan bibir masih sedikit bergetar karena tangisannya yang semakin menjadi, akhirnya lidahnya mulai berucap,
"Tidak ada dalam tas itu melainkan sisa-sisa roti. Yah, itulah yang ada dalam tas tersebut. Sisa-sisa roti ini adalah sisa-sisa dari para teman di sekolah ini yang mereka buang di tanah, lalu aku kumpulkan untuk kemudian aku makan sebagian dan membawa sebagian lainnya untuk keluargaku di rumah. Ibu dan saudari-saudariku di rumah tidak memiliki apa-apa untuk disantap di siang dan malam hari bila aku tidak membawakan untuk mereka sisa-sisa roti ini. Kami adalah keluarga fakir yang tidak memiliki apa-apa. Kami tidak punya kerabat dan tidak ada yang peduli pada kami," ujar siswi tersebut sambil menundukkan kepalanya malu. Itulah yang membuat aku menolak untuk membuka tas saat di dalam kelas tadi. Aku akan merasa sangat malu dan hina jika sampai teman temanku tahu apa yang telah selama ini aku lakukan, mereka akan terus mencelaku di sekolah ini." ucap siswi tersebut masih dengan nafas tersenggal- senggal menjelaskan kepada gurunya yang nampak matanya ikut berkaca kaca, beberapa di antaranya bahkan sudah meneteskan air mata.
Seketika itu juga semua yang hadir di ruangan tersebut tak kuasa menahan air mata, bahkan beberapa guru menangis sambil memeluk siswi tersebut.
Sahabat. Milikilah sifat peka terhadap lingkungan kita. Barangkali satu kejadian tersebut ada juga di sekitar kita tapi kita tidak mengetahuinya dengan pasti. Bantulah mereka yang kekurangan agar hidup semakin bermakna.