Lamarannya Ditolak Karena Miskin, Ucapan Pemuda Ini Membuat Orang Tua Si Gadis Merinding


Sebuah kisah pernikahan yang ditulis oleh pengguna Facebook Salim Al-Hasyimy menjadi ramai diperbincangkan di duniamaya. Ia menyukai seorang gadis sejak SMA namun mereka hanya sebatas sahabat. Lalu ia beranikn diri untuk menghadap ayah sang gadis berniat untuk melamarnya.

Tapi orang tua sang gadis meminta mahar sebesar Rp 40 juta untuk anak perempuan satu-satunya itu. Pemuda itu pun hilang akal mendengar mahar yang mereka inginkan. Lalu ia menanyakan kemampuan apa yang dimiliki sang gadis hingga ia harus membayar semahal itu untuk maharnya. Orang tua sang gadis menyatakan bahwa anaknya terkadang bangun agak terlambat, bisa membaca al quran sedikit-sedikit, juga biasa sholat.

“Maaf Bapak dan Ibu, saya adalah sahabatnya sejak SMA, Saya rasa dia tak bisa masak, tak bisa sholat, tak bisa mengaji, tak bisa menutup aurat dengan baik. Sebelum dia menjadi istri saya, dosa-dosanya juga akan menjadi dosa bapak dan ibu. Lagipula tak pantas rasanya dia dihargai Rp.40.000.000,-. Kecuali dia hafidz Qur’an 30 juz dalam kepala, pandai menjaga aurat, diri, dan batasan-batasan agamanya. Barulah dengan mahar Rp.100.000.000,-pun saya usahakan untuk membayar. Tapi jika segala sesuatunya tidak harus dibayar mahal mengapa harus dipaksakan untuk dibayar mahal ? Seperti halnya mahar. Sebab sebaik-baik pernikahan adalah serendah-rendah mahar.” Jawab pemuda itu setengah merinding

Ayah dan Ibu si gadis diam seribu bahasa. Ketiganya pun menundukan kepala.

Memang sebagian adat menjadikan anak perempuan untuk dijadikan objek pemuas hati menunjukkan kekayaan dan bermegah-megah dengan apa yang ada, terutama pada pernikahan. Kerap kali adat mengalahkan perkara agama.

Padahal pada saat akad telah dilafadz oleh suami, menurut Islam segala dosa anak perempuan sudah mulai ditanggung oleh si suami bukan ayah lagi.

“Sebenarnya aku hanya ingin anakku bahagia dengan merasakan sedikit kemewahan. Hal seperti tu kan hanya terjadi sekali seumur hidup.” Kata sang Ayah Gadis memecah kebekuan.

“Bapak, ibu.. saya bukanlah siapa – siapa. Bukannya saya mengajari Bapak dan Ibu persoalan agama Namun, sekarang dosa anak Bapak, Bapak juga yang tanggung. Esok lusa setelah akad nikah terus dosa dia saya yang tanggung. Belum lagi pasti bapak dan ibu ingin kami bersanding lama di pelaminan yang megah, anak Ibu dirias dengan riasan secantik-cantik­nya dengan make up dan baju paling mahal, di hadapan ratusan undangan agar kami terlihat mewah pula. Selain setiap mata yang memandang kami akan mendapat dosa. Apakah begitu penting hal tersebut jika dalam kehidupan sehari-hari kita malah berusaha untuk hidup sesederhana mungkin tanpa berlebih-lebihan.” Kata pemuda itu

“Kamu sediakan dulu lah Rp.40.000.000,- kemudian kita bicarakan lebih lanjut. Kalau tidak ada, kamu tak bisa menikahi anakku!” Tegas sang Ayah mengatakan pada pemuda itu.

“Jika harus mengumpulkan uang sebanyak itu, Mungkin di umur saya 30 atau lebih. Baiklah, kalau memang bapak berharap tetap demikian, maka ’izinkan saya berzina dengan anak bapak’?”

Mendengan ucapan lantang pemuda itu, Sang Ayah pun berang dan terlihat ingin menempeleng muka pemuda tersebut.

“Hei! Kamu sudah keterlaluan! jaga baik-baik mulut kamu itu.”

“Sepertinya yang terjadi dengan anak-anak lainnya. Bapak tidak memberi izin kami menikah sekarang, biar ada berpuluh juta uang dulu baru bisa menikah. Kami hendak melepaskan nafsu bagaimana pak? setiap harinya kami mengenal lebih dekat dan semakin dewasa. Dia meminta saya bersilataurahim kesini menemui Bapak dan Ibu. Sebenarnya dalam hati kami sudah ada perasaan, Namun kami senantiasa menjaganya hingga ‘halal’ itu tiba.Susah pak, menjaga perasaan itu. Jika memang bapak meminta uang segitu maka dengan rendah hati saya meminta izin pada bapak untuk berzina dengan anak bapak. Terlepas apakah yang penting bapak tahu saya dan dia hendak berzina. Sebab rata-rata orang yang berzina itu orang tua tidak tau pak, tidak. Kelihatannya pemuda -pemudi zaman sekarang biasa-biasa saja padahal sebenarnya sudah pernah bahkan sering berzina.”

“Kamu Pinter memutar balikkan kata-kata ya, Pulanglah!” Jawab Bapak si Gadis dengan geram.

“Saya benar-benar minta maaf kalau ada kata-kata saya yang membuat bapak tidak senang terhadap ucapan saya. Segalanya kita serahkan pada Allah, kita hanya bisa merencanakan saja.” Ucap pemuda itu lembut.

Azan dzuhur berkumandang, jaraknya tidak sampai 10 rumah dengan rumah si gadis. Si pemuda memohon untuk ke mushola dan mengajak bapak si untuk pergi bersama. Namun ajakan ditolak dengan lembut. Lantas sang pemuda memberi salam dan memohon untuk keluar.

Sebenarnya sang gadis sedari tadi berdiri di balik tirai dan meneteskan air mata mendengar curahan kata-kata si pemuda terhadap Bapaknya. Kerudung lebar pemberian si pemuda sebagai hadiah padanya yang lalu digenggam erat. Ibu sang gadis juga meneteskan air mata melihat pada perilaku anaknya. Segera ibu dan sang gadis ke ruang tamu menghadap ayahnya.

Kemudian sang gadis mengirimkan pesan pada pemuda itu

 “Andai Allah telah memilih dirimu untukku, aku ridho dan akan terus bersamamu, apapun yang ada pada dirimu dan yang kamu miliki, aku juga akan terus pada agama yang ada padamu. Minggu depan ayah menyuruh kirim rombongan (lamaran) untuk ke rumah.“

Terkadang kisah seperti itu kerap kali terjadi di masyarakat kita. Mengunggulkan adat tanpa mengindahkan agama. Wahai pemuda dan pemudi jika kalian merasa telah mampu dan yakin untuk menikah Yuk segerakan! Agar kita bisa terhindar dari dosa-dosa yang tidak semestinya kita lakukan.

close
==[ Klik disini 3X ] [ Close ]==